Tolak Bersaksi di Pengadilan Tipikor, LSM Ungkap Isteri Bupati Bengkalis Nonaktif Langgar Pasal 3 UU Tipikor dan TPPU
Minggu, 30 Agustus 2020
PEKANBARU, RIAUPUBLIK. COM- Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia (SDM), Kasmarni S.Sos, MMP, batal memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan dalam perkara dugaan korupsi dana proyek multi years atau tahun jamak pembangunan jalan paket Duri-Sei Pakning senilai Rp498.645.596,000 (Rp498,6 miliar) dan kasus dugaan gratifikasi (menerima hadiah) uang Rp 12.770. 330.650 dan sebesar Rp 10.907.412.755 atau Rp23 miliar lebih.
Kasmarni, calon Bupati Bengkalis yang juga isteri Bupati Bengkalis nonaktif, Amril Mukminin yang saat ini duduk dipersakitan sebagai Terdakwa korupsi dana APBD tahun 2012 sampai dengan 2019 tahun lalu, terang benderang membatalkan kesaksiannya untuk didengar oleh majelis hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Kamis (27/08/2020).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, telah menjadwalkan kesaksian Kasmarni sepekan lalu bersama PT Jonny Tjoa, Direktur PT Mustika Agung Sawit Sejahtera pengusaha sawit yang berada di wilayah Kabupaten Bengkalis dan telah memberikan uang sebesar Rp 12.770.330. 650 dan Adyanto Dirut dari PT Sawit Anugrah Sejahtera dengan besaran Rp 10.907.412.755. Uang tersebut dikirim ke rekening pribadi milik Kasmarni S.Sos, MMP.
"Awalnya saksi yang akan hadir ada tiga (3) orang, tapi satu saksi yang bernama Kasmarni yang termuat dalam BAP pun disebutkan bahwa istrinya terdakwa, Amril Mukminin, mengundurkan diri sebagai saksi," ujar Jaksa Penuntut Umum KPK, Takdir Suhan kepada Wartawan, Kamis (27/8/2020) siang di PN Pekanbaru.
Pengunduran diri Kasmarni sebagai saksi punya dasar hukum yaitu, pasal 168 huruf C KUHAP. Kemudian ditegaskan dalam Pasal 35 ayat 1 UU 31 tahun 1999 terkait dengan kedekatan hubungan keluarga Kasmarni dan Terdakwa Amril Mukminin (Bupati nonaktif), jelas Suhan.
"Kasmarni ini kan inti. Jadi bisa asumsikan logika umumnya, pastinya nanti akan membela. Makanya atas dasar itu, kemudian majelis hakim pun setuju Kasmarni mengundurkan diri, ya sudah," terang Suhan. Namun lanjut Suhan JPU KPK telah memiliki alat bukti yang cukup banyak untuk menguatkan dakwaan gratifikasi yang dilakukan oleh Terdakwa Amril Mukminin.
"Jadi ketidak hadiran Kasmarni tidak mengurangi alat bukti yang kami kumpulkan baik dari keterangan saksi dalam persidangan maupun alat bukti lainnya dalam membuktikan kasus ini, apalagi Kamis nanti (03/09), akan kembali digelar sidang pembuktian," jelasnya.
Diketahui, dalam lanjutan sidang, jaksa KPK juga telah menghadirkan dua orang saksi lainnya, yakni Jonny dan Adyanto. Keduanya merupakan pengusaha yang memberikan uang kepada Amril Mukminin melalui isterinya Kasmarni.
Dalam kesaksiannya, Jonny mengaku tidak mengetahui kalau Amril Mukminin (Terdakwa) itu menjabat tugas sebagai anggota DPRD di Kabupaten Bengkalis. Ia hanya mengetahui jika Amril Mukminin saat itu tokoh masyarakat. "Saya tahunya dia Amril Mukminin tokoh masyarakat. Itu tahun 2012. Saya punya PT di sana," ujar Jonny.
Dikatakannya, dirinya menemui Amril Mukminin dikarenakan saat itu banyak gangguan dan permasalahan yang terjadi di pabrik miliknya. "Sebelum pertemuan dengan Amril, banyak gangguan di sana," kata Jonny.
Dalam pertemuan tersebut kata Jhonny, dirinya membicarakan mengenai permasalahan yang terjadi di sekitaran pabriknya. Ia juga membicarakan supaya terdakwa memfasilitasi agar buah hasil perkebunan masyarakat untuk masuk ke pabriknya. "Ada perjanjian, setiap buah yang masuk itu ada fee Rp5 per kilo. Kita transfer melalui rekening atas nama Kasmarni," jelasnya.
Fee perjanjian itu, disampaikan saksi, diserahkan ke Kasmarni berdasarkan arahan dari Amril Mukminin. Yang mana, pemberiannya dilakukan setiap bulannya. "Setoran per bulan. Kalau dihitung sekitar 12 miliar lebih. Itu terhitung sejak 2013 sampai 2019. Uang disetor ke rekening Bank CIMB Niaga atas nama Kasmarni," ucapnya.
Berbeda halnya dengan keterangan Adyanto yang menyatakan, menyerahkan fee Rp5 per kilogram kepada Kasmarni secara tunai. "Saya langsung kasih ke buk Kasmarni secara tunai. Amril yang nyuruh. Setor per bulan, biasa ada Rp180 juta, ya gak tentu, sesuai bon yang masuk," ungkap Adyanto.
Uang itu lanjut dia, mulai diberikan kepada istri Amril Mukminin sejak tahun 2014 silam. Pemberian tersebut terhenti, setelah dirinya diperiksa oleh penyidik lembaga antirasuah pada Juli 2019. "Terakhir setor setelah diperiksa KPK. Kalau ditotalkan sekitar Rp10 miliar lebih. Saya langsung setor tunai. Kadang Rp180 juta, tidak tentu. Kasmarni maupun Amril, tidak pernah keberatan," akunya.
Pada 2013 lalu, Jonny selaku pemilik salah satu perusahaan meminta bantuan Amril, untuk mengajak masyarakat setempat agar memasukkan buah hasil perkebunan ke perusahaan tersebut dan mengamankan kelancaran operasional produksi perusahaan.
Atas bantuan tersebut, Jonny memberikan kompensasi berupa uang kepada Terdakwa sebesar Rp5 per kilogram dari total buah yang masuk ke dalam pabrik. Sehingga, terhitung sejak Juli 2013 dikirimkan uang setiap bulannya dengan cara ditransfer ke rekening atas nama Kasmarni.
Dari sejumlah fakta yang terungkap di beberapa kali sidang pada Pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, penggiat anti korupsi dari elemen/LSM Komunitas Pemberantas Korupsi di Pekanbaru- Riau, tetap optimis mendorong langkah KPK untuk menjerat para terduga lainnya dalam kasus termasuk isteri Terdakwa, Amril Mukminin yakni Kasmarni S.Sos, MMP selaku staf ahli Bupati bidang kemasyarakatan dan sumber daya manusia (SDM) dapat dijerat karena terkesan melakukan pelanggaran ketentauan pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang revisi atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dimana ketentuan pasal 3 undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar, ungkap Ketua Devis Investigasi LSM Komunitas Pemberantas Korupsi tingkat DPP, Devit Panjaitan
Selain itu tambah Devit Panjaitan kepada Wartawan, Amril Mukminin selaku Terdakwa bersama isterinya Kasmarni dan kawan-kawan, dapat dijerat lagi dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak pidana pencucian uang atau TPPU yang menyebutkan, setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan, harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), ungkap Devit sembari menyebut jika dalam waktu dekat segera mempertanyakan tindaklanjut perkembangan laporan dan informasi terakhir yang dikirim organisasi/lembaganya (LSM Komunitas Pemberantas Korupsi) ke Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta tanggal 14-15Juli 2020 lalu. ***(Red)