Ketua Komisi III DPRD, Rusdi : Kasian Masyarakat Natuna Harga Karet Murah
https://www.riaupublik.com/2020/02/ketua-komisi-iii-dprd-rusdi-kasian.html
NATUNA, RIAUPUBLIK.COM - Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Natuna, Rusdi, berharap harga karet di Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), dapat kembali membaik.
Hal itu menyusul banyaknya para petani maupun para penderes karet asal daerah tersebut, yang terus mengeluh akibat harga karet tidak kunjung naik.
"Warga kita banyak yang mengeluh, karena harga karet murah. Ini sudah berlangsung lama. Kasian sekali masyarakat kita," ujar Rusdi, saat dihubungi belum lama ini.
Politisi Partai Denokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu berharap agar Pemerintah bisa mencarikan solusi atas anjloknya harga karet kepingan, yang berdampak terhadap para petani dan penderes karet diwilayah tersebut.
"Pemerintah harus berperan lah, supaya masyarakat tidak terus menjerit. Informasinya harga karet turun dua kali lipat, ini cukup memprihatinkan. Namun kami berharap mudah-mudahan nanti bisa naik lagi harganya," pungkas lelaki yang akrab disapa Muk tersebut.
Sementara itu Salmi (54) salah seorang penderes karet asal Desa Batu Gajah, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna itu menjelaskan, bahwa saat ini harga karet masih bertengger dikisaran Rp 7000.
Padahal kata dia, beberapa tahun yang lalu harga karet bisa tembus diangka Rp 15.000 perkilogram. Namun setelah itu mulai menurun, hingga pernah mencapai Rp 5000 saja perkilogramnya.
"Sekarang Rp 7000, ini sudah berlangsung lebih dari tiga tahun," ucap Salmi baru-baru ini.
Ibu tiga orang anak itu menerangkan, bahwa upah deres karet tersebut dibagi dua kepada pemilik kebun, dari total hasil penjualan karet.
"Ya kalau kita dapat delapan kilo, berarti empat kilo untuk kita, empat kilo lagi untuk yang punya kebun. Berarti kita hanya dapat Rp 28 ribu saja, sekali deres," keluhnya.
Berdasarkan pantauan media ini dilapangan, banyak kebun karet milik petani yang tidak dideres atau disadap, lantaran harga karet belum kunjung naik. Bahkan saat ini pun masyarakat sudah mulai enggan untuk menanam karet, karena khawatir merugi. (***)
Hal itu menyusul banyaknya para petani maupun para penderes karet asal daerah tersebut, yang terus mengeluh akibat harga karet tidak kunjung naik.
"Warga kita banyak yang mengeluh, karena harga karet murah. Ini sudah berlangsung lama. Kasian sekali masyarakat kita," ujar Rusdi, saat dihubungi belum lama ini.
Politisi Partai Denokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu berharap agar Pemerintah bisa mencarikan solusi atas anjloknya harga karet kepingan, yang berdampak terhadap para petani dan penderes karet diwilayah tersebut.
"Pemerintah harus berperan lah, supaya masyarakat tidak terus menjerit. Informasinya harga karet turun dua kali lipat, ini cukup memprihatinkan. Namun kami berharap mudah-mudahan nanti bisa naik lagi harganya," pungkas lelaki yang akrab disapa Muk tersebut.
Sementara itu Salmi (54) salah seorang penderes karet asal Desa Batu Gajah, Kecamatan Bunguran Timur, Kabupaten Natuna itu menjelaskan, bahwa saat ini harga karet masih bertengger dikisaran Rp 7000.
Padahal kata dia, beberapa tahun yang lalu harga karet bisa tembus diangka Rp 15.000 perkilogram. Namun setelah itu mulai menurun, hingga pernah mencapai Rp 5000 saja perkilogramnya.
"Sekarang Rp 7000, ini sudah berlangsung lebih dari tiga tahun," ucap Salmi baru-baru ini.
Ibu tiga orang anak itu menerangkan, bahwa upah deres karet tersebut dibagi dua kepada pemilik kebun, dari total hasil penjualan karet.
"Ya kalau kita dapat delapan kilo, berarti empat kilo untuk kita, empat kilo lagi untuk yang punya kebun. Berarti kita hanya dapat Rp 28 ribu saja, sekali deres," keluhnya.
Berdasarkan pantauan media ini dilapangan, banyak kebun karet milik petani yang tidak dideres atau disadap, lantaran harga karet belum kunjung naik. Bahkan saat ini pun masyarakat sudah mulai enggan untuk menanam karet, karena khawatir merugi. (***)