Terobosan Kapolri Idham Azis Tangani Tipikor diapresiasi
https://www.riaupublik.com/2020/01/terobosan-kapolri-idham-azis-tangani.html
Minggu, 12 Januari 2020
JAKARTA, RIAUPUBLIK.COM – Instruksi dan terobosan Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis mendapat apresiasi publik. Di antaranya soal penanganan tindak pidana korupsi.
Di penghujung tahun 2019 dan memasuki tahun 2020, misalnya, Idham Azis menerbitkan surat telegram bernomor ST/3388/XII/HUM.3.4./2019.
Surat ini terbit pada 31 Desember 2019 dengan dasar Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Tingkat Nasional (Rakornas) Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Dalam telegram itu, ada 15 poin intruksi Kapolri terkait dengan penanganan tindak pidana korupsi pada pemerintah daerah. Selanjutnya 15 poin ini dibagi ke dalam tiga hal.
Pertama, terkait dengan penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintah daerah.
Kedua, terkait dengan pelaksanaan pencegahan, pengawasan, dan penanganan permasalahan dana desa.
Ketiga, instruksi dalam melaksanakan upaya pencegahan, penyelidikan, dan penyidikan tindak pidana korupsi yang lebih profesional dan berintegritas.
Instruksi Kapolri ini terlihat dengan jelas dan tegas dalam mengedepankan upaya koordinatif. Di saat yang sama, Kapolri mengingatkan jajaranya untuk tidak meminta atau menerima pemberian terkait penyelenggaraan proyek atau pekerjaan apapun sehubungan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Surat Kapolri ini pun sangat diapresiasi oleh Pakar Hukum Tata Negara, Ibnu Sina Chandranegara, terutama terkait dengan pengawasan dana desa, yang di era Presiden Joko Widodo ini sangat besar untuk membangun Indonesia.
Ini menunjukkan bahwa Idham Azis menjadi salah satu pilar dalam menyukseskan program Jokowi dalam membangun Indonesia dari pinggiran dengan gagasan Indonesiasentris-nya.
Ia menjelaskan bahwa potensi korupsi dana desa ditenggarai dimungkinkan dalam beberapa tahapan, antara lain tahap pendistribusian hingga tahap pertanggungjawaban.
Pada tahap pendistrisbusian, potensi permasalahan yang muncul dari pemerintah kabupaten/kota kepada Kepala Desa, antara lain adanya pemotongan, proyek-proyek pesanan atau hanya dibagikan kepada para pendukung bupati atau partai politik tertentu.
Di tahap pengelolaan, antara lain dana desa dikelola sendiri oleh kepala desa.
Dana desa itu, sambungnya, dikelola sendiri oleh kepala desa tanpa melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan di desa, atau hanya melibatkan kepentingan tim sukses kepala desa.
Di tahap pemanfaatan, antara lain terjadi mark-up di sana-sini yaitu, mark-up biaya honorarium, proyek fiktif, pengurangan volume pekerjaan, proyek asal jadi atau tidak sesuai kebutuhan masyarakat.
Begitu pula, sambungnya, pada tahapan pertanggungjawaban keuangan. Antara lain keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban, laporan pertanggungjawaban tanpa dilengkapi bukti dan dokumentasi. Berbagai faktor ini, lanjutnya, menjadi tingginya probabilitas korupsi di sektor desa.
Di antaranya karena minimnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran desa, tidak optimalnya lembaga-lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), terbatasnya kompetensi kepala desa dan perangkat desa, dan tingginya biaya politik pemilihan kepala desa.
"Oleh karena itu, Surat kapolri yangbernomor yang ditujukan untuk seluruh kapolda merupakan tindakan konsolidasi yang perlu diapresiasi. Utamanya dalam hal pencegahan korupsi dana desa, sekaligus hal tersebut membantu proses pengawasan pembangunan daerah dalam hal pemanfaatan dana desa secara optimal," ungkap Ibnu Sina saat dihubungi wartawan, Sabtu (11/1/2020).
Menurut Ibnu Sina, surat Kapolri tersebut harus dipahami sebagai bentuk konsolidasi kelembagaan dan turut serta dalam pencegahan tindak pidana korupsi dana desa itu sendiri.
Tindakan konsolidasi kelembagaan perlu dilakukan untuk penyamaan persepsi dan dalam rangka penegakkan hukum yang tetap dalam koridor menyesuaikan dan menyeimbangkan tujuan hukum yaitu kepastian, kemanfaatan dan keadilan.
"Di saat yang bersamaan surat tersebut juga bermanfaat bagi sebagai sosialisasi kegiatan pengawasan agar terhindar dari niat jahat terkait korupsi dana desa itu sendiri," ungkapnya. (**/Rp)
JAKARTA, RIAUPUBLIK.COM – Instruksi dan terobosan Kapolri Jenderal Pol. Idham Azis mendapat apresiasi publik. Di antaranya soal penanganan tindak pidana korupsi.
Di penghujung tahun 2019 dan memasuki tahun 2020, misalnya, Idham Azis menerbitkan surat telegram bernomor ST/3388/XII/HUM.3.4./2019.
Surat ini terbit pada 31 Desember 2019 dengan dasar Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Tingkat Nasional (Rakornas) Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Dalam telegram itu, ada 15 poin intruksi Kapolri terkait dengan penanganan tindak pidana korupsi pada pemerintah daerah. Selanjutnya 15 poin ini dibagi ke dalam tiga hal.
Pertama, terkait dengan penanganan laporan atau pengaduan masyarakat yang berindikasi tindak pidana korupsi pada penyelenggaraan pemerintah daerah.
Kedua, terkait dengan pelaksanaan pencegahan, pengawasan, dan penanganan permasalahan dana desa.
Ketiga, instruksi dalam melaksanakan upaya pencegahan, penyelidikan, dan penyidikan tindak pidana korupsi yang lebih profesional dan berintegritas.
Instruksi Kapolri ini terlihat dengan jelas dan tegas dalam mengedepankan upaya koordinatif. Di saat yang sama, Kapolri mengingatkan jajaranya untuk tidak meminta atau menerima pemberian terkait penyelenggaraan proyek atau pekerjaan apapun sehubungan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah.
Surat Kapolri ini pun sangat diapresiasi oleh Pakar Hukum Tata Negara, Ibnu Sina Chandranegara, terutama terkait dengan pengawasan dana desa, yang di era Presiden Joko Widodo ini sangat besar untuk membangun Indonesia.
Ini menunjukkan bahwa Idham Azis menjadi salah satu pilar dalam menyukseskan program Jokowi dalam membangun Indonesia dari pinggiran dengan gagasan Indonesiasentris-nya.
Ia menjelaskan bahwa potensi korupsi dana desa ditenggarai dimungkinkan dalam beberapa tahapan, antara lain tahap pendistribusian hingga tahap pertanggungjawaban.
Pada tahap pendistrisbusian, potensi permasalahan yang muncul dari pemerintah kabupaten/kota kepada Kepala Desa, antara lain adanya pemotongan, proyek-proyek pesanan atau hanya dibagikan kepada para pendukung bupati atau partai politik tertentu.
Di tahap pengelolaan, antara lain dana desa dikelola sendiri oleh kepala desa.
Dana desa itu, sambungnya, dikelola sendiri oleh kepala desa tanpa melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan di desa, atau hanya melibatkan kepentingan tim sukses kepala desa.
Di tahap pemanfaatan, antara lain terjadi mark-up di sana-sini yaitu, mark-up biaya honorarium, proyek fiktif, pengurangan volume pekerjaan, proyek asal jadi atau tidak sesuai kebutuhan masyarakat.
Begitu pula, sambungnya, pada tahapan pertanggungjawaban keuangan. Antara lain keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban, laporan pertanggungjawaban tanpa dilengkapi bukti dan dokumentasi. Berbagai faktor ini, lanjutnya, menjadi tingginya probabilitas korupsi di sektor desa.
Di antaranya karena minimnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran desa, tidak optimalnya lembaga-lembaga desa seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD), terbatasnya kompetensi kepala desa dan perangkat desa, dan tingginya biaya politik pemilihan kepala desa.
"Oleh karena itu, Surat kapolri yangbernomor yang ditujukan untuk seluruh kapolda merupakan tindakan konsolidasi yang perlu diapresiasi. Utamanya dalam hal pencegahan korupsi dana desa, sekaligus hal tersebut membantu proses pengawasan pembangunan daerah dalam hal pemanfaatan dana desa secara optimal," ungkap Ibnu Sina saat dihubungi wartawan, Sabtu (11/1/2020).
Menurut Ibnu Sina, surat Kapolri tersebut harus dipahami sebagai bentuk konsolidasi kelembagaan dan turut serta dalam pencegahan tindak pidana korupsi dana desa itu sendiri.
Tindakan konsolidasi kelembagaan perlu dilakukan untuk penyamaan persepsi dan dalam rangka penegakkan hukum yang tetap dalam koridor menyesuaikan dan menyeimbangkan tujuan hukum yaitu kepastian, kemanfaatan dan keadilan.
"Di saat yang bersamaan surat tersebut juga bermanfaat bagi sebagai sosialisasi kegiatan pengawasan agar terhindar dari niat jahat terkait korupsi dana desa itu sendiri," ungkapnya. (**/Rp)