Weeii...Khabar Gembira! Harga CPO Meroket 5% Pekan Ini, Gara-gara Program Jokowi?
https://www.riaupublik.com/2019/12/weeiikhabar-gembira-harga-cpo-meroket-5.html
Minggu, 29 Desember 2019
JAKARTA, RIAUPUBLIK.COM-- Harga komoditas minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) menggila pekan ini. Bahkan harga salah satu komoditas utama ekspor Indonesia ini sudah menembus level psikologis MYR 3.000/metrik ton.
Dalam seminggu ini, harga CPO di Bursa Malaysia melonjak 5,53%. Pada penutupan kemarin, harga CPO berada di MYR 3.073/metrik ton, tertinggi sejak 25 Januari 2017 atau hampir tiga tahun lalu.
Kenaikan harga CPO sepertinya didukung oleh fundamental yang kuat. Dari sisi pasokan, ada kekhawatiran bakal berkurang karena menipisnya stok Malaysia.
Survei Reuters menunjukkan, stok CPO Negeri Harimau Malaya pada November turun 5,7% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 2,22 juta metrik ton. Ini adalah stok terendah sejak Juli 2018.
Sementara produksi CPO Malaysia pada November diramal anjlok 10,4% month-on-month (MoM) menjadi 1,61 juta metrik ton. Penurunan 10,4% adalah yang terdalam sejak Februari, di mana kala itu produksi amblas sampai 11%.
Kemudian ekspor CPO Malaysia pada November diproyeksi turun 5,2% secara bulanan menjadi 1,56 juta metrik ton. "Ekspor CPO Malaysia ke China sebenarnya masih naik 56% MoM. Namun ini terhapus karena penurunan ekspor ke Uni Eropa, India, dan Afrika," sebut Ivy Ng, Regional Head of Plantation Research CIMB Investment Bank, dalam risetnya.
James Fry, Managing Director LMC International yang berbasis di Inggris, memperkirakan produksi CPO akan terus melambat. Penyebabnya adalah iklim yang cenderung kering dan penggunaan pupuk yang lebih sedikit.
"Ditambah lagi ada tekanan dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menghentikan penanaman kelapa sawit. Ini menambah tekanan yang membuat penanaman berkurang. Akibatnya, produksi CPO akan berkurang sehingga harga bisa terus naik," kata Fry dalam konferensi kelapa sawit yang berlangsung di Kuala Lumpur (Malaysia) bulan lalu, seperti diberitakan Reuters.
Di sisi lain, permintaan CPO sedang tinggi khususnya dari Malaysia dan Indonesia. Kedua negara memang tengah menggalakkan penggunaan CPO sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pekan ini meresmikan implementasi program B30 yaitu pencampuran bahan bakar diesel (solar) dengan bahan bakar nabati sebesar 30%. Bahkan ke depan kandungan bahan bakar nabati akan ditingkatkan.
"B30 akan menciptakan permintaan domestik dan multiplier effect terhadap 16 juta petani sawit kita. Program B30 yang nantinya ke B100 juta akan membuat kita tidak mudah ditekan-tekan lagi oleh kampanye negatif beberapa negara karena pasar dalam negeri yang sangat besar," kata Kepala Negara.
FX Sutijastoto, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan program B30 akan meningkatkan kebutuhan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) menjadi 9,6 juta kiloliter tahun depan. Ini setara dengan menghemat solar 165.000 barel/hari.
"Sebagaimana arahan Bapak Presiden, kami akan terus mengembangkan ini. Apakah itu menjadi B50 sampai B100," kata Sutijastoto.
Dengan kondisi pasokan yang menipis sementara permintaan membludak, tidak heran harga CPO melesat. Ini menjadi kabar baik bagi ekspor Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor lemak dan minyak hewan/nabati (yang didominasi oleh CPO) mencapai US$ 15,55 miliar sepanjang Januari-November 2019. Nilai ini hanya kalah dari bahan bakar mineral (yang didominasi batu bara) yaitu US$ 20,46 miliar.
cnbcindonesia//riaupublik
Fhoto: Ilustrasi Internet |
Dalam seminggu ini, harga CPO di Bursa Malaysia melonjak 5,53%. Pada penutupan kemarin, harga CPO berada di MYR 3.073/metrik ton, tertinggi sejak 25 Januari 2017 atau hampir tiga tahun lalu.
Kenaikan harga CPO sepertinya didukung oleh fundamental yang kuat. Dari sisi pasokan, ada kekhawatiran bakal berkurang karena menipisnya stok Malaysia.
Survei Reuters menunjukkan, stok CPO Negeri Harimau Malaya pada November turun 5,7% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 2,22 juta metrik ton. Ini adalah stok terendah sejak Juli 2018.
Sementara produksi CPO Malaysia pada November diramal anjlok 10,4% month-on-month (MoM) menjadi 1,61 juta metrik ton. Penurunan 10,4% adalah yang terdalam sejak Februari, di mana kala itu produksi amblas sampai 11%.
Kemudian ekspor CPO Malaysia pada November diproyeksi turun 5,2% secara bulanan menjadi 1,56 juta metrik ton. "Ekspor CPO Malaysia ke China sebenarnya masih naik 56% MoM. Namun ini terhapus karena penurunan ekspor ke Uni Eropa, India, dan Afrika," sebut Ivy Ng, Regional Head of Plantation Research CIMB Investment Bank, dalam risetnya.
James Fry, Managing Director LMC International yang berbasis di Inggris, memperkirakan produksi CPO akan terus melambat. Penyebabnya adalah iklim yang cenderung kering dan penggunaan pupuk yang lebih sedikit.
"Ditambah lagi ada tekanan dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk menghentikan penanaman kelapa sawit. Ini menambah tekanan yang membuat penanaman berkurang. Akibatnya, produksi CPO akan berkurang sehingga harga bisa terus naik," kata Fry dalam konferensi kelapa sawit yang berlangsung di Kuala Lumpur (Malaysia) bulan lalu, seperti diberitakan Reuters.
Di sisi lain, permintaan CPO sedang tinggi khususnya dari Malaysia dan Indonesia. Kedua negara memang tengah menggalakkan penggunaan CPO sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pekan ini meresmikan implementasi program B30 yaitu pencampuran bahan bakar diesel (solar) dengan bahan bakar nabati sebesar 30%. Bahkan ke depan kandungan bahan bakar nabati akan ditingkatkan.
"B30 akan menciptakan permintaan domestik dan multiplier effect terhadap 16 juta petani sawit kita. Program B30 yang nantinya ke B100 juta akan membuat kita tidak mudah ditekan-tekan lagi oleh kampanye negatif beberapa negara karena pasar dalam negeri yang sangat besar," kata Kepala Negara.
FX Sutijastoto, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan program B30 akan meningkatkan kebutuhan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) menjadi 9,6 juta kiloliter tahun depan. Ini setara dengan menghemat solar 165.000 barel/hari.
"Sebagaimana arahan Bapak Presiden, kami akan terus mengembangkan ini. Apakah itu menjadi B50 sampai B100," kata Sutijastoto.
Dengan kondisi pasokan yang menipis sementara permintaan membludak, tidak heran harga CPO melesat. Ini menjadi kabar baik bagi ekspor Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor lemak dan minyak hewan/nabati (yang didominasi oleh CPO) mencapai US$ 15,55 miliar sepanjang Januari-November 2019. Nilai ini hanya kalah dari bahan bakar mineral (yang didominasi batu bara) yaitu US$ 20,46 miliar.
cnbcindonesia//riaupublik