Heboh...! KADIN Aceh Dapat Kue APBA 2,8 Milyar, Aktivis Menilai Mereka Tak Miliki "Urat Malu"
https://www.riaupublik.com/2019/11/heboh-kadin-aceh-dapat-kue-apba-28.html
Kamis, 14 November 2019
ACEH, RIAUPUBLIK.COM-- Beredarnya sejumlah pemberitaan media massa terkait alokasi anggaran pada kantor Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Aceh yang nilainya sekitar Rp 2,8 miliar, menuai keritikan dari sejumlah pihak. KADIN Aceh dinilai tak memiliki “urat malu”.
Aktivis Perempuan Aceh, Rahmatun Phounna menilai, KADIN Aceh seperti kehilangan jati diri, sebab, anggaran yang diusulkan untuk lembaga non pemerintah itu begitu besar.
Menurutnya, sebagai wadah tempat berkumpulnya para pengusaha Aceh, justru KADIN menjadi wadah perkumpulan para mafia Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2019.
"Seharusnya, Kadin Aceh ada sedikit rasa malu dengan kondisi Aceh yang sedang morat-marit kondisi ekonomi, jangan lagi digerogoti APBA, ‘awak nyan butoi hana lee urat malee’ (mereka sudah benar-benar sudah kehilangan urat malu)," kata Phounna kepada media ini, Rabu (13/11/2019).
Lebih lanjut, Phounna menyebutkan, usulan anggaran dari APBA untuk pengadaan sejumlah barang yang diperuntukan fasilitas kantor KADIN Aceh di bawah kepimpinan, Makmur Budiman itu, sangat tidak masuk akal.
"Ini anggarannya cukup besar, pasti terjadi mark up anggaran yang sangat sistematis,” lanjut Phounna.
Kepada KADIN Aceh, Phounna mengingatkan, jangan jadi seperti lintah darat yang menghisap APBA demi kepentingan kelompoknya, sebab menurut mantan Presiden Mahasiswa (Presma) ini, kondisi Aceh saat ini stadium IV.
“Sudah sangat kronis," ujarnya.
Ia melanjutkan, seyogyanya KADIN Aceh, sebagai lembaga yang diisi oleh para pengusaha-pengusaha sukses, lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan fasilitas kerja. Untuk fasilitas kerja Kadin Aceh, sebut Phounna, semestinya bisa mencari dari sumber anggaran lain.
“Jangan lagi dibebankan kepada Anggara ABPA Aceh," tambahnya.
lebih lanjut Phounna menuturkan, kalau berbicara masalah aset, Kadin Aceh bukan seumur jagung, keberadaanya sudah puluhan tahun. Jadi, menurutnya, sangat tidak relevan kalau Humas Kadin mengatakan semua fasilitas yang dianggarkan itu menjadi aset Aceh.
“Ada persoalan lain yang harus dipenuhi ketimbang memenuhi fasilitas KADIN yang berimplikasi pada peningkatan ekonomi masyarakat Aceh,” tutup Phounna.*(MJ)
Aktivis Perempuan Aceh, Rahmatun Phounna |
Aktivis Perempuan Aceh, Rahmatun Phounna menilai, KADIN Aceh seperti kehilangan jati diri, sebab, anggaran yang diusulkan untuk lembaga non pemerintah itu begitu besar.
Menurutnya, sebagai wadah tempat berkumpulnya para pengusaha Aceh, justru KADIN menjadi wadah perkumpulan para mafia Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2019.
"Seharusnya, Kadin Aceh ada sedikit rasa malu dengan kondisi Aceh yang sedang morat-marit kondisi ekonomi, jangan lagi digerogoti APBA, ‘awak nyan butoi hana lee urat malee’ (mereka sudah benar-benar sudah kehilangan urat malu)," kata Phounna kepada media ini, Rabu (13/11/2019).
Lebih lanjut, Phounna menyebutkan, usulan anggaran dari APBA untuk pengadaan sejumlah barang yang diperuntukan fasilitas kantor KADIN Aceh di bawah kepimpinan, Makmur Budiman itu, sangat tidak masuk akal.
"Ini anggarannya cukup besar, pasti terjadi mark up anggaran yang sangat sistematis,” lanjut Phounna.
Kepada KADIN Aceh, Phounna mengingatkan, jangan jadi seperti lintah darat yang menghisap APBA demi kepentingan kelompoknya, sebab menurut mantan Presiden Mahasiswa (Presma) ini, kondisi Aceh saat ini stadium IV.
“Sudah sangat kronis," ujarnya.
Ia melanjutkan, seyogyanya KADIN Aceh, sebagai lembaga yang diisi oleh para pengusaha-pengusaha sukses, lebih kreatif dalam memenuhi kebutuhan fasilitas kerja. Untuk fasilitas kerja Kadin Aceh, sebut Phounna, semestinya bisa mencari dari sumber anggaran lain.
“Jangan lagi dibebankan kepada Anggara ABPA Aceh," tambahnya.
lebih lanjut Phounna menuturkan, kalau berbicara masalah aset, Kadin Aceh bukan seumur jagung, keberadaanya sudah puluhan tahun. Jadi, menurutnya, sangat tidak relevan kalau Humas Kadin mengatakan semua fasilitas yang dianggarkan itu menjadi aset Aceh.
“Ada persoalan lain yang harus dipenuhi ketimbang memenuhi fasilitas KADIN yang berimplikasi pada peningkatan ekonomi masyarakat Aceh,” tutup Phounna.*(MJ)