Malam Taptu Mengenang Kembali Sejarah Perang Kemerdekaan di Kabupaten Pati
https://www.riaupublik.com/2018/08/malam-taptu-mengenang-kembali-sejarah.html
Jumat, 17 Agustus 2018
PATI, RIAUPUBLIK.COM-- Rangkaian penyelenggaraan malam taptu memperingati HUT Ke-73 Kemerdekaan RI
Star di Halaman Pendopo Kabupaten Pati berjalan menyusuri jalan Panglima Sudirman menuju halaman Gedung Juang 45 untuk melaksanakan Upacara Taptu Peringatan ke 73 HUT Proklamasi Republik Indonesia Th 2018.kamis.(16/08/2018)
Pelaku sejarang, H Soekarno Lilik, salah seorang veteran pejuang yang masih tersisa hingga sekarang, menuturkan terjadinya Perang Kemerdekaan di Pati tersebut tak bisa dilepaskan dari Pertempuran Lima Hari di Semarang, 15 - 19 Oktober 1945. Waktu itu, status dan kedudukannya sebagai pelajar bersama para pelajar lainnya harus meninggalkan bangku sekolah, dan mengangkat senjata, sehingga pertempuran di Semarang tersebut melibatkan banyak pejuang dari Pati, Demak, Semarang, Kendal, dan sekitarnya.
Kemerdekaan Republik Indonesia yang baru beberapa bulan diproklamirkan harus menghadapi ancaman penjajah Belanda yang membonceng tentara Inggris. Apalagi, Jepang yang sudah kalah perang meskipun menjadi tawanan, tapi sama sekali tidak mau menyerahkan senjatanya, dan bahkan yang menjadi tawanan pun ada yang mencoba melarikan diri.
Hal itu menyebabkan para pejuang kita merasa dilecehkan, sehingga ada kurang lebih ada 50 tawanan yang terpaksa dibunuh. ''Pertempuran melawan Belanda di beberapa tempat pun mulai terjadi, dan beberapa pelajar teman kami ada tujuh orang yang tewas, di antaranya adalah Pratomo,''ujarnya.
Sedangkan pertempuran paling seru kembali melawan Belanda dan tentara Inggris, terjadi di Genuk. Bahkan kita dibombardir meriam oleh tentara Inggris dari laut, sehingga banyak pejuang kita yang kebanyakan tidak bersenjata pun tewas, tapi pertempuran semakin sengit tidak hanya terjadi dalam kota, melainkan terjadi di mana-mana.
Bala bantuan pejuang dari Demak yang didatangkan hanya bersenjatakan bambu runcing juga jatuh banyak korban. Berikutnya datang bantuan dari Kendal dan Pati yang terus berdatangan, setelah melakukan pertempuran selama lima hari akhirnya berhasil memukul mundur para penjajah, sehingga para pejuang dari Pati kembali.
Ternyata Belanda juga sudah memasuki Pati, maka hampir setiap hari terjadi pertempuran dengan posisi kalah persenjataan, sehingga harus mundur dengan bergerilya di Pucakwangi, Todanan, Kayen, Patiayam. ''Pimpinan perang gerilya waktu itu adalah Pak Moenadi yang masih berpangkat kapten, sampai pertempuran di sekitar timur Muria,''katanya.
Dalam pertempuran tersebut, salah satu anak buahnya, Ali Mahmudi, tewas di Towelo, tapi gerilya para pejuang terus berlanjut. Sampai Tahun 1948 pecah pembrontakan PKI di Madiun yang berhasil ditumpas Tentara Siliwangi, tapi pertempuran di Pati melawan Belanda terus terjadi di mana-mana, sehingga sejarah ini kalau ditulis dalam buku tebal ini tidak selesai dibaca dalam sehari.
Sebab, masih ada pertempuran di Widorokandang, dan semua itu baru berakhir pada 1949 yang tentu menelan banyak korban jiwa. ''Untuk mengenang para pejuang kita, maka di belakang kita (halaman Hotel Pati-Red) didirikan monumen perjuangan Teroeskan, karena hotel ini pernah menjadi markas Tentara Pelajar.''
Mengakhiri rangkaian malam taptu, selesai mengkilas kembali Sejarah Perang Kemerdekaan di Pati, Dandim 0718 Letkol Arm Arief Darmawan dan Kapolres AKBP Uri Nartanti Istiwidayati bersama forkopimda meletakkan karangan bunga, di monumen tersebut. Sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka, maka rangkaian malam taptu ditutup dengan menyanyikan bersama lagu Syukur (narto//pendim pati)
PATI, RIAUPUBLIK.COM-- Rangkaian penyelenggaraan malam taptu memperingati HUT Ke-73 Kemerdekaan RI
Star di Halaman Pendopo Kabupaten Pati berjalan menyusuri jalan Panglima Sudirman menuju halaman Gedung Juang 45 untuk melaksanakan Upacara Taptu Peringatan ke 73 HUT Proklamasi Republik Indonesia Th 2018.kamis.(16/08/2018)
Pelaku sejarang, H Soekarno Lilik, salah seorang veteran pejuang yang masih tersisa hingga sekarang, menuturkan terjadinya Perang Kemerdekaan di Pati tersebut tak bisa dilepaskan dari Pertempuran Lima Hari di Semarang, 15 - 19 Oktober 1945. Waktu itu, status dan kedudukannya sebagai pelajar bersama para pelajar lainnya harus meninggalkan bangku sekolah, dan mengangkat senjata, sehingga pertempuran di Semarang tersebut melibatkan banyak pejuang dari Pati, Demak, Semarang, Kendal, dan sekitarnya.
Kemerdekaan Republik Indonesia yang baru beberapa bulan diproklamirkan harus menghadapi ancaman penjajah Belanda yang membonceng tentara Inggris. Apalagi, Jepang yang sudah kalah perang meskipun menjadi tawanan, tapi sama sekali tidak mau menyerahkan senjatanya, dan bahkan yang menjadi tawanan pun ada yang mencoba melarikan diri.
Hal itu menyebabkan para pejuang kita merasa dilecehkan, sehingga ada kurang lebih ada 50 tawanan yang terpaksa dibunuh. ''Pertempuran melawan Belanda di beberapa tempat pun mulai terjadi, dan beberapa pelajar teman kami ada tujuh orang yang tewas, di antaranya adalah Pratomo,''ujarnya.
Sedangkan pertempuran paling seru kembali melawan Belanda dan tentara Inggris, terjadi di Genuk. Bahkan kita dibombardir meriam oleh tentara Inggris dari laut, sehingga banyak pejuang kita yang kebanyakan tidak bersenjata pun tewas, tapi pertempuran semakin sengit tidak hanya terjadi dalam kota, melainkan terjadi di mana-mana.
Bala bantuan pejuang dari Demak yang didatangkan hanya bersenjatakan bambu runcing juga jatuh banyak korban. Berikutnya datang bantuan dari Kendal dan Pati yang terus berdatangan, setelah melakukan pertempuran selama lima hari akhirnya berhasil memukul mundur para penjajah, sehingga para pejuang dari Pati kembali.
Ternyata Belanda juga sudah memasuki Pati, maka hampir setiap hari terjadi pertempuran dengan posisi kalah persenjataan, sehingga harus mundur dengan bergerilya di Pucakwangi, Todanan, Kayen, Patiayam. ''Pimpinan perang gerilya waktu itu adalah Pak Moenadi yang masih berpangkat kapten, sampai pertempuran di sekitar timur Muria,''katanya.
Dalam pertempuran tersebut, salah satu anak buahnya, Ali Mahmudi, tewas di Towelo, tapi gerilya para pejuang terus berlanjut. Sampai Tahun 1948 pecah pembrontakan PKI di Madiun yang berhasil ditumpas Tentara Siliwangi, tapi pertempuran di Pati melawan Belanda terus terjadi di mana-mana, sehingga sejarah ini kalau ditulis dalam buku tebal ini tidak selesai dibaca dalam sehari.
Sebab, masih ada pertempuran di Widorokandang, dan semua itu baru berakhir pada 1949 yang tentu menelan banyak korban jiwa. ''Untuk mengenang para pejuang kita, maka di belakang kita (halaman Hotel Pati-Red) didirikan monumen perjuangan Teroeskan, karena hotel ini pernah menjadi markas Tentara Pelajar.''
Mengakhiri rangkaian malam taptu, selesai mengkilas kembali Sejarah Perang Kemerdekaan di Pati, Dandim 0718 Letkol Arm Arief Darmawan dan Kapolres AKBP Uri Nartanti Istiwidayati bersama forkopimda meletakkan karangan bunga, di monumen tersebut. Sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia sebagai bangsa yang berdaulat dan merdeka, maka rangkaian malam taptu ditutup dengan menyanyikan bersama lagu Syukur (narto//pendim pati)