Ketua DPD KAI, H Abdul Malik, SH MH: Wartawan Pelisiran Pakai APBD Itu Masuk Gratifikas, AJI: Wartawan Tidak Menerima Suap, Pasal 6 Kode Etik Jurnalis
https://www.riaupublik.com/2017/11/ketua-dpd-kai-h-abdul-malik-sh-mh.html
Selasa, 28 November 2017
SURABAYA, RIAUPUBLIK.Com-- Rencana Pemerintah Kota
(Pemkot) Surabaya untuk bagi-bagi BPJS Kesehatan dan plesiran ke luar negeri untuk wartawan di Surabaya, mendapat kritikan dari AJI Surabaya. Selain
itu, juga membuat kaget praktisi hukum H Abdul Malik, SH MH.
Menurut
Ketua DPD KAI (Kongres Advokat Indonesia) Jawa Timur ini, apa yang dilakukan
oleh Pemkot Surabaya sudah masuk gratifikasi.
“Ini
sudah masuk dalam gratifikasi, karena tidak ada dalam permohonan saat digodok
di DPRD Surabaya,” ujar pengacara senior ini, saat dikonfirmasi petisi, Selasa
(18/4/2017).
Menurut
Abdul Malik, secara hukum tidak diperbolehkan mengajak wartawan menggunakan
dana APBD. Dalam kasus ini, wartawan justru harus kritis menyikapi janji-janji
fasilitas yang diberikan dari dana yang bersumber APBD.
“Wartawan
harus menulis, ‘Penghamburan Uang Negara’,” ujar Abdul Malik. Tidak hanya itu,
untuk menghindari masalah hukum nantinya, wartawan harus berani menolak, untuk
tidak ikut.
Abdul
Malik berpandangan, jika wartawan mengerti dan tahu hukum, pasti tidak akan
ikut dalam kegiatan yang menghamburkan uang rakyat tersebut.
“Kalau
wartawan ikut, dengan fasilitas yang didanai uang rakyat, saya
indikasikan tidak mengerti hukum,” tambahnya.
Sementara,
melalui website-nya www.ajisurabaya.org,
AJI Surabaya memberikan sikap dan tanggapan atas terbitnya surat, perihal
pendaftaran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan dari kalangan
wartawan.
AJI
Surabaya menilai, ada tiga aspek dalam program PBI BPJS
Kesehatan tersebut. Yaitu penggunakan anggaran APBD yang seharusnya untuk kesejahteraan
masyarakat Surabaya.
“Wartawan
juga bagian dari rakyat. Namun yang harus diingat, wartawan terikat Kode Etik
Jurnalistik (KEJ) yang disahkan Dewan Pers,” tulisnya, Senin (17/4/2017).
Aspek
kedua, menurutnya, UU no 24 tahun 2011, tentang BPJS, pasal 15 ayat 2,
berbunyi, Setiap perusahaan diwajibkan untuk mendaftarkan seluruh karyawannya
menjadi peserta BPJS Kesehatan tanpa kecuali.
“Pembayaran
iuran BPJS ini bukanlah kewenangan Pemerintah Kota Surabaya.”
Disebutkan,
untuk aspek ketiga adalah keprofesian yang tertuang dalam Kode Etik
Jurnalistik, pasal 6 berbunyi, “Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan
profesi dan tidak menerima suap.”
Dalam
penjelasan pasal, suap berarti uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang
mempengaruhi independensi.
Menurut
AJI Surabaya, pemberian fasilitas ini jelas berdampak pada indepensi,
profesionalitas dan integritas para wartawan.
“Pembayaran
iuran ini tidak sepatutnya diberikan kepada seorang wartawan. Mengingat
anggaran yang digunakan oleh Pemerintah Kota Surabaya bersumber dari
APBD,” tulisnya, yang ditandatangani Prasto Wardoyo, selaku Ketua
AJI Surabaya.
Tak
hanya menyikapi soal bagi-bagi BPJS Kesehatan. AJI Surabaya juga menyoal
program plesiran wartawan ke berbagai negara.
“Kami
melihat, tidak ada relevansi dan urgensi uang rakyat miliaran rupiah
dihamburkan untuk memberangkatkan puluhan wartawan ke luar negeri,” tulisnya.
Terhadap
kedua program tersebut, AJI Surabaya menilai sebagai bentuk gratifikasi kepada
profesi wartawan.
Untuk
itulah, AJI Surabaya berharap, Pemkot Surabaya ikut menjaga marwah dan
kehormatan wartawan, dengan tidak memberikan fasilitas yang bersumber dari APBD
Kota Surabaya.
Sementara,
Reni Astuti, anggota DPRD Surabaya, dikonfirmasi mengenai anggaran untuk wartawan
tersebut sudah dibahas di dewan? “Eksplisit untuk wartawan seingat saya belum
pernah saya dengar,” ujar anggota DPRD dari PKS ini.
Bagi
Reni Astuti, profesi apapun bisa menerima PBI BPJS, jika memenuhi kreteria
sebagaimana diatur dalam Perda Kota Surabaya no 2 tahun 2017, pasal 42 ayat 1,
yaitu fakir miskin, masyarakat tidak mampu dan masyarakat tertentu.
“Jadi
yang harus diutamakan terlebih dulu adalah fakir miskin dan masyarakat tidak
mampu,” ujarnya, saat ditanya apakah profesi wartawan punya hak PBI.
Sementara
Kabag Humas Pemkot Surabaya, Muhammad Fikser yang dikonfirmasi
permasalahan tersebut, melalui WA, hingga berita ini diturunkan tidak
memberikan jawaban.(kip/cah/rpc)