Jaksa Tahan Ketua dan Bendahara Partai Demokrat
https://www.riaupublik.com/2016/08/jaksa-tahan-ketua-dan-bendahara-partai.html
RIAUPUBLIK.COM, BANGKALAN-- Penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menahan
Ismail Hasan dan Risky, Ketua dan Bendahara Dewan Pimpinan Daerah Partai
Demokrat Kabupaten Bangkalan, Jumat, 12 Agustus 2016.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Bangkalan Nurul Hisyam mengatakan penahan dilakukan setelah adanya penetapan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Ismail dan Risky merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan Partai Politik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bangkalan pada 2012.
Namun selama kasusnya disidangkan di Surabaya, mereka tidak ditahan. "Jadi penahanan kami lakukan karena sudah ada ketetapan dari pengadilan," kata Nurul.
Selain ketetapan penahanan, kata Hisyam, Pengadilan Tipikor juga telah memutuskan kasus tersebut pada Kamis, 11 Agustus 2016. Ismail Hasan divonis 3 tahun penjara dan Risky 2 tahun penjara. Vonis untuk Ismail 2 tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum 5 tahun penjara.
Sebaliknya vonis Risky jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut yaitu 1 tahun penjara. "Meski sudah vonis, kasusnya belum inkrah, masih ada upaya hukum lanjutan yaitu banding," ujar dia.
Karena belum inkrah, kata Hisyam, untuk sementara waktu kedua terpidana akan dititipkan di Rutan Bangkalan. Setelah inkrah baru akan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan. "Jaksa dan terpidana punya waktu 7 hari untuk memutuskan banding atau tidak," kata dia.
Menurut informasi yang diperoleh Tempo, perkara yang menjerat dua petinggi Partai Demokrat Bangkalan ini bermula dari setumpuk dokumen yang ditemukan dalam sebuah mobil sewaan. Dokumen tersebut berisi laporan pertanggung jawaban penggunaan bantuan dana partai politik pada 2012.
Menurut seorang bekas pengurus Partai Demokrat Bangkalan, si penyewa mobil yang penasaran lantas menelisik satu persatu rincian penggunaan dana bantuan partai politik sesuai yang tertuang dalam dokumen.
Misalnya dalam laporan disebutkan ada seminar untuk kader, orang yang disebut sebagai nara sumber seminar dalam dokumen itu ditanyai oleh penemu dokumen, apakah benar dia menjadi pembicara dalam seminar. "Ternyata tidak, si narasumber membantah," kata sumber tadi.
Hasilnya, berbagai kegiatan dalam laporan pertanggung jawaban penggunaan dana banpol untuk partai Demokrat Bangkalan tersebut banyak fiktif. Dari temuan itulah, si penyewa mobil melaporkan kasus tindak pidana korupsi tersebut ke Kejaksaan.
Wakil Ketua DPRD Bangkalan dari Fraksi Demokrat, Abdurrahman, belum dapat dikonfirmasi atas kasus tersebut. Dia tidak merespon permohonan wawancara yang dikirim Tempo.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Bangkalan Nurul Hisyam mengatakan penahan dilakukan setelah adanya penetapan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya. Ismail dan Risky merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan Partai Politik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bangkalan pada 2012.
Namun selama kasusnya disidangkan di Surabaya, mereka tidak ditahan. "Jadi penahanan kami lakukan karena sudah ada ketetapan dari pengadilan," kata Nurul.
Selain ketetapan penahanan, kata Hisyam, Pengadilan Tipikor juga telah memutuskan kasus tersebut pada Kamis, 11 Agustus 2016. Ismail Hasan divonis 3 tahun penjara dan Risky 2 tahun penjara. Vonis untuk Ismail 2 tahun lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum 5 tahun penjara.
Sebaliknya vonis Risky jauh lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut yaitu 1 tahun penjara. "Meski sudah vonis, kasusnya belum inkrah, masih ada upaya hukum lanjutan yaitu banding," ujar dia.
Karena belum inkrah, kata Hisyam, untuk sementara waktu kedua terpidana akan dititipkan di Rutan Bangkalan. Setelah inkrah baru akan dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan. "Jaksa dan terpidana punya waktu 7 hari untuk memutuskan banding atau tidak," kata dia.
Menurut informasi yang diperoleh Tempo, perkara yang menjerat dua petinggi Partai Demokrat Bangkalan ini bermula dari setumpuk dokumen yang ditemukan dalam sebuah mobil sewaan. Dokumen tersebut berisi laporan pertanggung jawaban penggunaan bantuan dana partai politik pada 2012.
Menurut seorang bekas pengurus Partai Demokrat Bangkalan, si penyewa mobil yang penasaran lantas menelisik satu persatu rincian penggunaan dana bantuan partai politik sesuai yang tertuang dalam dokumen.
Misalnya dalam laporan disebutkan ada seminar untuk kader, orang yang disebut sebagai nara sumber seminar dalam dokumen itu ditanyai oleh penemu dokumen, apakah benar dia menjadi pembicara dalam seminar. "Ternyata tidak, si narasumber membantah," kata sumber tadi.
Hasilnya, berbagai kegiatan dalam laporan pertanggung jawaban penggunaan dana banpol untuk partai Demokrat Bangkalan tersebut banyak fiktif. Dari temuan itulah, si penyewa mobil melaporkan kasus tindak pidana korupsi tersebut ke Kejaksaan.
Wakil Ketua DPRD Bangkalan dari Fraksi Demokrat, Abdurrahman, belum dapat dikonfirmasi atas kasus tersebut. Dia tidak merespon permohonan wawancara yang dikirim Tempo.