Inilah Gubuk Derita Warga Rokan Hilir (Riau)
https://www.riaupublik.com/2016/04/inilah-gubuk-derita-warga-rokan-hilir.html
RIAUPUBLIK.COM, ROHIL-- Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, nampaknya harus jeli melihat
kondisi masyarakatnya, pasalnya, dari sekian ribu penduduk di daerah itu
membutuhkan perhatian dari pemerintah, Ini ditunjukkan dengan masih
adanya warga yang tinggal di gubuk reot selama bertahun-tahun.
"Kami akan coba
koordinasi dengan Bapemas dan buat laporan ke DPRD agar bisa dapat
bantuan untuk meringankan beban hidup Ibu Siti," katanya, Supriyanto
Wartawan yang ikut mengunjungi, Jumat (27/2/2015).
Siti
Ati (43), salah satunya. Dia tak pernah tersentuh bantuan rehabilitasi
Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) yang hampir tiap tahun digelontorkan
pemerintah Kabupaten Rokan Hilir.
Padahal
Rumahnya sangat memprihatinkan,Rumah yang tinggal di Kecamatan Pekaitan
Kelurahan Pedamaran, tergolong sangat tidak layak disebut sebagai tempat
tinggal.
Rumah tersebut hanya berukuran
sekitar 2 x 4 meter dan masih beralaskan tanah. Dindingnya terbuat dari
Terpal bekas, dan Atap rumahnya terbuat Goni bekas, lantai rumahnya
beralaskan Tanah, sedangkan tempat tidurnya dari kayu yang dicarinya
dihutan, yang dipasang sekadarnya untuk menghalau hawa dingin angin
malam hari.
Kondisi di dalam rumah pun sangat
memprihatinkan. Selain sempit dan gelap, tidak ada perkakas rumah tangga
seperti kompor, dan tempat tidur yang nyaman.
"Tempat
tidur" yang ada hanyalah kayu-kayu yang dijejer. Lokasinya berdekatan
dengan tempat memasak yang masih menggunakan kayu bakar.
"Mau
bagaimana lagi kita tidak punya apa-apa. Bapak (suami) juga sudah
sakit-sakitan, tidak ada yang membantu," tutur Siti Ati saat ditemui
Wartawan dikediamannya, Minggu (24/4/2016).
Saat hujan deras turun,Siti Ati juga selalu was-was. "Sebab, dipastikan bagian Atap rumah bocor ," ucapnya.
Ironisnya,
Siti Ati selama ini tidak pernah mendapat bantuan rehabilitasi rumah
dari pemerintah. Begitu juga dengan bantuan untuk warga miskin lainnya,
seperti bantuan dana program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) yang
merupakan bantuan kompensasi kenaikan harga BBM.
"Kalau
ada (bagian rumah) yang rusak ya diperbaiki sendiri," ungkapnya. Meski
hidup seperti ini, Siti enggan untuk menggantungkan hidup pada kebaikan
dan pemberian orang.
Untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari, ia menanam sayur dan bertani cukup untuk makan saja, dan
mendodos Sawit peninggalan ayahnya, Penghasilan yang didapatnya tidak
tidak sepadan dengan kebutuhan sehari-hari, "Dapatnya Rp50 ribu-Rp100
ribu satu kali nodos, juga tidak setiap hari," tuturnya.
Sementara
itu, Supriyanto Wartawan yang ikut melakukan kunjungan mengatakan,
pihaknya akan memberikan pendampingan kepada Ibu Siti dalam artian
mencoba berusaha untuk membantu dan segera melaporkan keberadaannya
kepihak yang terkait.