Jimly Tegaskan Pembubaran Gafatar Harus Lewat Pengadilan
https://www.riaupublik.com/2016/01/jimly-tegaskan-pembubaran-gafatar-harus.html
RIAUPUBLIK.COM, JAKARTA-- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan,
organisasi Gafatar tidak bisa begitu saja dibubarkan oleh pemerintah.
Sebab, pembubaran suatu organisasi harus melalui mekanisme pengadilan,
guna membuktikan kesalahan organisasi tersebut.
Jimly juga meminta masyarakat tidak memperlakukan korban Gafatar sebagai penjahat. ''Ajaran itu terkait dengan organisasi, kalau terbukti menyebar kebencian, permusuhan, atau cita -cita negara sendiri, itu bisa dijerat dengan hukuman, jadi instrumen hukumnya ada,'' kata Jimly, di Jakarta, Sabtu (30/1).
UU anti-terorisme saat ini masih dinilai belum tegas dalam menindak organisasi semacam Gafatar. Oleh karena itu, jalan terbaik untuk menyikapi Gafatar adalah dengan melalui proses pengadilan.
Menurut Jimly, ada salah persepsi mengenai proses pengadilan. Pengadilan, menurut dia, bukan soal menang atau kalah. Pembuktian menang atau kalah tersebut hanya soal perdebatan.
Ia menuturkan, proses peradilan itu penting untuk pendidikan. Pengadilan juga bisa digunakan sebagai instrumen kanalisasi kemarahan publik dan perjuangan keadilan.
''Jadi jangan semata-mata proses penegakan hukum dipandang sebagai menang atau kalah,'' jelas dia.
Jimly yang merupakan ketua MK periode pertama itu mencontohkan, jika ada WNI ikut perang bersama ISIS, kalau belum ada buktinya, dia hanya dianggap bekerja. Tapi kalau terbukti berangkat dengan tujuan ikut perang, paspornya harus dicabut.
Jika kemudian dia menggugat ke pengadilan, ternyata tidak terbukti ikut perang, pemerintah mesti kembalikan parpor orang tersebut.
''Tapi dampak proses peradilan itu mencegah ribuan orang ikut meniru tindakan dia. Maka sekali lagi proses pengadilan itu bukan hanya soal menang-kalah,'' ujarnya.
Hanya saja, meski tujuan Gafatar dinilai baik untuk membantu rakyat kecil. Tapi mereka terbukti merekrut anggota dengan cara yang salah, dan itu sebuah pelanggaran hukum.
Sehinga, lanjut dia, logika penuntutan organisasi itu bisa dibubarkan, dapat juga dikaitkan dengan akibat perbuatannya, karena menjadi sebab terjadinya pelanggaran hukum.
Jimly juga meminta masyarakat tidak memperlakukan korban Gafatar sebagai penjahat. ''Ajaran itu terkait dengan organisasi, kalau terbukti menyebar kebencian, permusuhan, atau cita -cita negara sendiri, itu bisa dijerat dengan hukuman, jadi instrumen hukumnya ada,'' kata Jimly, di Jakarta, Sabtu (30/1).
UU anti-terorisme saat ini masih dinilai belum tegas dalam menindak organisasi semacam Gafatar. Oleh karena itu, jalan terbaik untuk menyikapi Gafatar adalah dengan melalui proses pengadilan.
Menurut Jimly, ada salah persepsi mengenai proses pengadilan. Pengadilan, menurut dia, bukan soal menang atau kalah. Pembuktian menang atau kalah tersebut hanya soal perdebatan.
Ia menuturkan, proses peradilan itu penting untuk pendidikan. Pengadilan juga bisa digunakan sebagai instrumen kanalisasi kemarahan publik dan perjuangan keadilan.
''Jadi jangan semata-mata proses penegakan hukum dipandang sebagai menang atau kalah,'' jelas dia.
Jimly yang merupakan ketua MK periode pertama itu mencontohkan, jika ada WNI ikut perang bersama ISIS, kalau belum ada buktinya, dia hanya dianggap bekerja. Tapi kalau terbukti berangkat dengan tujuan ikut perang, paspornya harus dicabut.
Jika kemudian dia menggugat ke pengadilan, ternyata tidak terbukti ikut perang, pemerintah mesti kembalikan parpor orang tersebut.
''Tapi dampak proses peradilan itu mencegah ribuan orang ikut meniru tindakan dia. Maka sekali lagi proses pengadilan itu bukan hanya soal menang-kalah,'' ujarnya.
Hanya saja, meski tujuan Gafatar dinilai baik untuk membantu rakyat kecil. Tapi mereka terbukti merekrut anggota dengan cara yang salah, dan itu sebuah pelanggaran hukum.
Sehinga, lanjut dia, logika penuntutan organisasi itu bisa dibubarkan, dapat juga dikaitkan dengan akibat perbuatannya, karena menjadi sebab terjadinya pelanggaran hukum.