Akbar Tanjung Khawatir Golkar Tidak Bisa Ikut Pilkada Terkait Konflik Kepengurusan
https://www.riaupublik.com/2015/04/akbar-tanjung-khawatir-golkar-tidak.html
RIAUPUBLIK.COM, JAKARTA-- Ketua
Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tandjung mengaku khawatir Golkar
tidak dapat mengikuti pemilihan kepala daerah secara serentak karena
proses hukum terkait konflik kepengurusan.
Alasannya, nama-nama calon kepala daerah harus sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum pada 26 Juli 2015.
"Kami khawatir betul apakah Golkar nanti bisa ikut pilkada karena pilkada tanggal 26 Juli harus sudah punya calon," ujar Akbar di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/4/2015).
Akbar mengatakan, hanya tersisa waktu dua bulan untuk menyelesaikan proses hukum terkait konflik Golkar. Menurut dia, Ketua Umum Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie maupun versi Jakarta Agung Laksono enggan mengadakan musyawarah nasional gabungan. Keduanya menginginkan agar konflik tersebut diselesaikan melalui proses hukum.
"Kalau kita sepakati proses hukum, nanti kita tunggu proses hukum. Mudah-mudahan saja dalam waktu dua bulan bisa selesai," kata Akbar. (Baca: Ini Mekanisme yang Harus Dipatuhi Golkar dan PPP jika Ingin Ikut Pilkada)
Akbar menambahkan, kekhawatiran tersebut semakin menguat jika salah satu pihak menggugat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara melalui banding dan kasasi. Hal tersebut dianggap akan semakin mengulur waktu solidnya Golkar untuk mengajukan calon kepala daerah.
"Bayangkan kalau itu semua diikuti, bisa lama. Waktunya sudah mepet," kata Akbar.
Dalam dualisme Partai Golkar ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah mengeluarkan keputusan yang mengakui kepengurusan Golkar yang dipimpin Agung Laksono. (Baca: Bawaslu Khawatirkan Konflik Partai saat Pilkada karena Dualisme Kepengurusan)
Namun, putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menangguhkan berlakunya keputusan itu.
Panja Komisi II DPR RI sebelumnya memberikan rekomendasi kepada KPU bahwa parpol yang mengalami dualisme kepemimpinan berhak mengikuti pilkada dengan keputusan pengadilan sementara. (Baca: Kubu Aburizal Dukung Putusan Sementara Pengadilan Jadi Syarat Pilkada)
Opsi ini dipakai apabila parpol yang berselisih belum berdamai atau belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan saat pembukaan pendaftaran calon kepala daerah.
sbr: kompas.com
Alasannya, nama-nama calon kepala daerah harus sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum pada 26 Juli 2015.
"Kami khawatir betul apakah Golkar nanti bisa ikut pilkada karena pilkada tanggal 26 Juli harus sudah punya calon," ujar Akbar di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/4/2015).
Akbar mengatakan, hanya tersisa waktu dua bulan untuk menyelesaikan proses hukum terkait konflik Golkar. Menurut dia, Ketua Umum Golkar versi Munas Bali Aburizal Bakrie maupun versi Jakarta Agung Laksono enggan mengadakan musyawarah nasional gabungan. Keduanya menginginkan agar konflik tersebut diselesaikan melalui proses hukum.
"Kalau kita sepakati proses hukum, nanti kita tunggu proses hukum. Mudah-mudahan saja dalam waktu dua bulan bisa selesai," kata Akbar. (Baca: Ini Mekanisme yang Harus Dipatuhi Golkar dan PPP jika Ingin Ikut Pilkada)
Akbar menambahkan, kekhawatiran tersebut semakin menguat jika salah satu pihak menggugat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara melalui banding dan kasasi. Hal tersebut dianggap akan semakin mengulur waktu solidnya Golkar untuk mengajukan calon kepala daerah.
"Bayangkan kalau itu semua diikuti, bisa lama. Waktunya sudah mepet," kata Akbar.
Dalam dualisme Partai Golkar ini, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah mengeluarkan keputusan yang mengakui kepengurusan Golkar yang dipimpin Agung Laksono. (Baca: Bawaslu Khawatirkan Konflik Partai saat Pilkada karena Dualisme Kepengurusan)
Namun, putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menangguhkan berlakunya keputusan itu.
Panja Komisi II DPR RI sebelumnya memberikan rekomendasi kepada KPU bahwa parpol yang mengalami dualisme kepemimpinan berhak mengikuti pilkada dengan keputusan pengadilan sementara. (Baca: Kubu Aburizal Dukung Putusan Sementara Pengadilan Jadi Syarat Pilkada)
Opsi ini dipakai apabila parpol yang berselisih belum berdamai atau belum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari pengadilan saat pembukaan pendaftaran calon kepala daerah.
sbr: kompas.com